Betun,jurnal-NTT.com -Kualitas garam dari Malaka, Nusa Tenggara Timur sudah memenuhi syarat untuk menjadi garam industri. Iklim Malaka mendukung untuk produksi garam yang kebutuhannya paling banyak itu.
Bupati Malaka, Dr. Simon Nahak, D.H., M.H., mengatakan, kualitas garam produksi Malaka diakui Kementerian Perindustrian RI. “Data dari Kementerian ini dapat menjadi acuan,” ujarnya dalam webinar Swasembada Garam Nasional Dari Nusa Tenggara Timur, Kamis (5/8/2021).
Selain Bupati Simon, ada juga pembicara lainnya dalam webinar nasional, antara lain; Amalyos Chan mewakili Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Fridy Juwono Kementerian Perindustrian, dan Marjuki Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. Para pembicara fokus membahas potensi industrialisasi garam NTT.
“Kondisi alam Malaka dan beberapa daerah lain di NTT mendukung untuk produksi garam berkualitas tinggi, untuk pemerintah daerah Malaka dan masyarakat siap mendukung upaya tersebut. “Kami siap membantu, silahkah datang,”ungkap Simon.
Malaka dan beberapa penghasil garam di NTT tidak hanya membutuhkan investasi di sektor produksi garam saja. Akan tetapi membutuhkan investor untuk pengolahan garam agar kualitas lebih baik dan benar-benar memenuhi kebutuhan industri tertentu.
“Soal itu, kami percayakan kepada investor”, kata Bupati Simon.
Ia meyakini, kehadiran investasi industri garam akan mendatangkan manfaat besar bagi Malaka dan daerah penghasil garam lain di NTT. Selain meningkatkan potensi pajak daerah, investasi memberi peluang meningkatkan kesejahteraan masyarakat Malaka dan lahan produksi menggunakan skema kerja sama antara warga dengan investor. Dengan demikian, lahan tetap dimiliki warga sementara investor tetap bisa memanfaatkannya.
Sementara itu, Direktur Industri Kimia Hulu pada Kemenperin, Fridy Juwono, membenarkan bahwa Malaka dan sejumlah daerah lain di NTT berpeluang menjadi lumbung garam industri Nasional. Karena itu, ia berharap pemerintah daerah mendukung upaya industrialisasi garam di NTT. Perizinan diharapkan dipermudah.
Kebutuhan garam industri memang terus meningkat. Saat ini, ada beberapa perusahaan sedang mengembangkan usaha dan akan membutuhkan tambahan 1 juta ton garam industri. Di luar itu, sudah ada berbagai badan usaha yang membutuhkan lebih dari 3 juta ton garam industri per tahun.
Fridy mengatakan, 85 persen kebutuhan garam nasional diserap oleh sektor industri. Sisanya untuk kebutuhan konsumsi. Di sektor industri, spesifikasi dan jumlahnya juga beragam.
Industri CAP membutuhkan paling banyak dengan tingkat kemurnian paling tinggi. Selanjutnya ada pertambangan dan makanan minuman yang yang juga membutuhkan garam industri.
Kebutuhan garam industri menjadi salah satu penyebab Indonesia masih harus terus mengimpor garam. Menurut Fridy, impor garam tidak hanya dilakukan Indonesia. Amerika Serikat memproduksi garam rata-rata 42 juta ton per tahun. Meski demikian, setiap tahun AS masih mengimpor rata-rata 17 juta ton. Impor garam AS terutama dipakai untuk mencairkan es di berbagai jalan dan fasilitas publik selama musim dingin.