Kupang, jurnal-NTT.com – Bakal calon (Balon) Wakil Gubernur NTT, Sebastianus Salang sebut, ada tiga hal mendasar yang perlu dibangun dalam birokrasi pemerintahan di Provinsi NTT. Tiga hal tersebut yakni spirit yang sama, frekuensi yang sama dan kultur yang kuat.
Hal ini disampaikan Sebastianus Salang, dalam diskusi bersama tokoh Diaspora Malaka di Sekretariat Diaspora Malaka, Kelurahan Liliba, Kota Kupang, Rabu (15/05/2024).
Sebastian Salang mengaku, pernah mengikuti dan mencermati keberhasilan beberapa tokoh di Indonesia yang berhasil mereformasi birokrasi dan kemudian membangun sebuah kultur birokrasi yang lebih efektif.
Menurutnya, agar berhasil membangun kultur birokrasi yang efektif maka dibutuhkan karakter pemimpin yang konsisten antara kata dan perbuatannya. Pemimpin lanjutnya, harus membangun spirit dan frekuensi yang sama dalam mengendalikan sistem birokrasi.
Ia mengatakan, sebenarnya banyak orang-orang hebat dalam sistem birokrasi di NTT. Namun butuh spirit dan frekuensi yang sama untuk membangun kultur birokrasi yang mampu mendukung dan mendorong langkah cepat yang ingin dibangun oleh gubernur dan wakil gubernur.
“Saya pelajari beberapa orang hebat di Indonesia yang berhasil melakukan reformasi birokrasi. Jadi begitu dia masuk (dalam birokrasi) dia pelajari betul kultur yang ada di birokrasi. Lalu dia lihat apa kelemahannya, apa kebaikannya. Kelemahannya diperbaiki. Lalu bangun kultur baru yang diharapkan mengikuti irama kerja yang dibangun”, jelasnya.
Wakil Sekjen DPP Partai Golkar ini menambahkan, siapapun yang berada dalam sistem birokrasi harus konsisten mengikuti irama kerja yang dibangun dalam kultur birokrasi yang dijalankan.
Sebastian mengatakan, jika paket Oase berhasil mencalonkan diri dan terpilih sebagai gubernur dan wakil gubernur NTT maka langkah reformasi birokrasi yang dilakukan adalah melakukan asesmen (proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengetahui kebutuhan birokrasi).
Hasil dari asesmen tersebut, lanjutnya, akan diketahui bagaimana penempatan setiap orang dalam birokrasi seusai dengan latar belakang pengalaman dan keilmuannya.
“Setiap orang mestinya ditempatkan pada tempat yang tepat sesuai kemampuan di bidangnya”, ungkapnya.
Sebastian berjanji jika terpilih menjadi gubernur dan wakil gubernur maka paket Oase tidak akan menempatkan orang dalam birokrasi dengan alasan suku, agama, ras dan tim sukses. Namun orang yang ditempatkan dalam birokrasi adalah orang yang benar-benar memiliki kemampuan di bidang yang dikerjakan.
Paket Oase juga kata Sebastian akan membangun platform digital. Dalam platform digital yang dirancang tersebut, gubernur dan wakil gubernur akan menentukan indikator keberhasilan dari seorang kepala dinas, kepala bagian, kepala seksi dan staf dalam birokrasi.
“Kita akan merancang sistem. Yang sebenarnya gubernur atau wakil gubernur tidak menilai birokrasi. Tetapi mereka sendiri yang menilai dirinya. Dan itu kita buat dalam platform digital. Orang yang tidak bisa mengerjakan pekerjaannya dengan baik maka skornya akan kelihatan dalam platform digital itu. Kalau skornya merah ya mohon maaf. Kamu tidak cocok di bidang itu”, urainya.
Beberapa daerah di Indonesia katanya, enggan menggunakan platform digital. Sebab bagi daerah-daerah itu, birokrasi tak ubahnya seperti aquarium yang isinya kelihatan jelas atau transparan. Namun dengan tagline “jangan mencuri” yang diusung paket Oase optimis bisa menggunakan platform digital untuk menentukan indikator kinerja aparatur birokrasi”, pungkasnya.