Camat di Malaka ini Diduga Pungut Rp 250.000 Tiap Desa Sebagai Imbalan Tandatangan Data BLT

BERITA, HUKRIM, REGIONAL44 Dilihat

Betun,JurnalNTT.Com – Camat Rinhat, Kabupaten Malaka, Provinsi NTT, Yulius Bria diduga memungut uang sebesar Rp 250.000 per desa sebagai imbalan penandatanganan data masyarakat penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) program Jaring Pengaman Sosial (JPS) 20 desa di Kecamatan Rinhat.
Dugaan pungutan uang Rp 250.000 tersebut pertama kali diposting akun facebook Anfage Malaka dan diteruskan oleh akun facebook Nahak Invofi di grup facebook Rinhat Malaka Bebas Bicara pada Senin (11/5/2020).

Camat Rinhat, Yulius Seran sedang menandatangani data BLT dan depannya terlihat beberapa lembar uang kertas. Uang yang tersimpan dihadapannya itu diduga merupakan pungutan uang harga babi yang harus diserahkan kepala desa sebelum lembaran data BLT ditandatangani.
Dalam postingan itu dijelaskan, 17 desa dari total 20 desa di Kecamatan Rinhat, wajib menyetor uang sebesar Rp 250.000 per desa kepada Camat Yulius Bria.
Uang Rp 250.000 tersebut adalah uang untuk pembelian babi yang disembelih untuk kebutuhan konsumsi saat kunjungan Bupati Malaka ke Kecamatan Rinhat akhir bulan April 2020 lalu.
Sementara tiga desa dari 20 desa yang sudah menyumbangkan babi untuk acara jamuan makan kunjungan Bupati Malaka tersebut dibebaskan dari pungutan Rp 250.000.
Ada 20 Desa yg ada di kec. rinhat..
3 desa yg bebas dari pungutan yg sebesar 250 ribu Karena sudah sumbang babi atas kunjungan bupati. Dan 17 Desa wajib memberikan 250 ribu,.kalau tdk memberikan 250 ribu berarti camat tdk mau tanda tangan data covid 19..kata pak camat dia tidak mau tau, pokonya stor 250 ribu, baru tanda tangan….minta pendapat dulu senior2..malaka ini banyak pungutan liar sekali”, demikian bunyi postingan Anfage Malaka di grup facebook Rinhat Malaka Bebas Bicara.

Inilah postingan akun facebook bernama Afage Malaka yang menyebut Camat Rinhat Yulius Seran diduga melakukan pungutan uang Rp 250.000 sebagai imbalan penandatanganan lembaran data BLT 20 desa di Kecamatan Rinhat. 
Postingan itu menuai beragam komentar dari netizen.
Diana Bria Labore berkomentar :
Pungli itu harus diberantas.
Kasian kades kades yang terus ditindas pejabat muka duitan…
Jika info ini benar dan adanya pungli dari oknum2 tertentu jangan diamkan.
Kita akan mencari tahu kades siapa yang menjadi korban”.
Sementara itu, akun facebook Nahak Invofi berkomentar: “Kalau ini benar jgn hanya lewat status,infokan ke wartawan beserta bukti video biar ada klarifikasi dari camat“.
Camat Rinhat, Yulius Bria mengakui bahwa dirinya melakukan pungutan uang Rp 250.000 dari setiap desa saat menandatangani data penerima BLT 20 desa di Kecamatan Rinhat.
Namun menurutnya, pungutan uang itu bukan sebagai imbalan atas penandatanganan data BLT.
Uang itu adalah kewajiban para kepala desa sesuai kesepakatan dengan dirinya selaku camat yang akan dipergunakan untuk membayar harga dua ekor babi yang disembelih untuk kebutuhan konsumsi kunjungan Bupati Malaka, Stef Bria Seran ke Kecamatan Rinhat, akhir bulan April 2020 lalu.
“Itu keliru. Saya tidak pernah pungut uang dari masyarakat. Saya tidak menerima orang punya uang. Yang terima uang itu karena uang babi maka itu saya apa, mereka mau datang tandatangan saya bilang bawa itu orang punya uang babi dulu baru saya tanda tangan”, jelasnya.
Camat Yulius mengatakan, saat itu Bupati Malaka Stefanus Bria Seran berkunjung ke Kecamatan Rinhat. Dan dirinya selaku camat melakukan kesepakatan dengan para kepala desa untuk membeli dua ekor babi milik masyarakat dengan cara berhutang. Dua ekor babi itu disembelih untuk kebutuhan konsumsi Bupati Malaka dan rombongan.
Sementara beras untuk konsumsi kunjugan Bupati Malaka ditanggung oleh kepala Desa Nanin, Emerinsiana Luruk.
Dua ekor babi dengan harga per ekor Rp 4 juta rupiah tersebut telah disembelih dan diolah sebagai lauk untuk konsumsi bersama saat acara kunjungan Bupati Malaka tersebut.
Karena harga dua ekor babi sebesar Rp 8 juta itu belum dibayar kepada pemilik babi maka dirinya mewajibkan setiap kepala desa yang hendak menandatangani data BLT untuk menyerahkan terlebih dahulu uang Rp 250.000 barulah dirinya selaku camat menandatangani lembaran data BLT.
“Waktu itu kunjungan Bapak Bupati. Saya ambil orang punya babi dengan harga Rp 4 juta per ekor. Tapi kesepakatan dengan desa-desa. Maksudnya saya ambil orang punya babi. Jadi bawa itu orang punya uang dulu baru saya tandatangan,” jelasnya.
Menurutnya, sampai saat ini baru empat desa yang menyetor uang harga babi. Sementara desa yang lain belum menyetor.
Ia tetap menegaskan bahwa setiap kepala desa yang ingin menandatangani data BLT maka harus terlebih dahulu membayar uang babi. Jika tidak membayar maka dirinya tidak akan menandatangani data BLT 20 desa di Rinhat.
Ia mengaku hanya sengaja melakukan kebijakan tersebut agar harga babi bisa terbayar.
Camat Yulius mengaku sudah mengetahui pemilik akun facebook yang memposting foto saat dirinya sedang menerima uang harga babi Rp 250.000 yang disetor para kepala desa.
“Itu mungkin Desa (kepala desa) Raisamane yang muat. Dia punya anak yang bendahara itu. Tapi nanti saya ketemu dia”, pungkasnya. (epy)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *