KEFAMENANU, JURNAL NTT – Direktur Lembaga Anti Kekerasan Masyarakat Sipil Cendana Wangi, Nusa Tenggara Timur (Lakmas CW NTT), Viktor Manbait, menduga adanya jaringan yang memanfaatkan celah hukum, termasuk kemungkinan keterlibatan aparat.
Pasalnya, sudah enam bulan proses penanganan kasus ilegal logging sonokeling di TTU, namun sampai saat ini tak ada kejelasan dan berujung penyelesaian.
Padahal, kasus tersebut terang benderang pelakunya. Ada barang bukti dan hasil lacak balak yang membuktikan asal muasal kayu-kayu tersebut dari kawasan hutan, Bifemnasi Sanmahole.
Anehnya, mengapa Gakkum Kementrian Kehutanan Bali Nusra dan Polda NTT bertindak masa bodoh?
“Dan memang aneh dari gelar perkara ini. Pelaku Komang dan Yuda sampai hari ini diduga terus bereaksi di lapangan menjarah kayu sonokeling di TTU dengan bebas tanpa diproses hukum. Sementara untuk empat orang anggota Polres TTU mendapatkan hukuman disiplin demosi karena terlibat ilegal logging sonokeling,” kritik Victor Manbait, Kamis (08/05/2025), menyikapi carut marut penanganan kasus ilegal logging di TTU.
Victor mempertanyakan, mengapa Gakkum Kehutanan Bali Nusra dan Polda NTT masih tertutup dalam mengungkapkan asal kayu sonokeling berdasarkan hasil lacak balak. Apalagi, nama dua pemilik kayu, yakni Komang dan Yuda, telah tersebar luas di masyarakat berdasarkan informasi dari kepala UPT KPH Kabupaten TTU, Dedy Rodja.
“Padahal sebelumnya UPT KPH TTU menangkap tangan kayu-kayu Komang, tanpa dokumen dan izin tampung pada rumah warga sebanyak kurang lebih 700 batang dan 71 batang dalam mobil kontainer yang siap diedarkan,” ungkap Victor.
Ironisnya, 26 hari setelah petugas KPH UPT TTU melakukan penangkapan atas Komang pada 14 November 2024, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi NTT justru menerbitkan surat izin tempat penampungan terdaftar kayu bulat-TPT-KB Nomor 522/434/DLHK.5.3/2024 tanggal 11 Desember 2024.
Bahkan, surat ijin penampungan kayu bulat itu diterbitkan berdasarkan rekomendasi verifikasi lapangan dari kepala UPT KPH Wilayah TTU nomor UPTD. KPH. 522.2.21/TTU tanggal 9 Desember 2024.
Lebih parah lagi, lanjut Victor, ditengah penegakkan hukum ilegal logging sedang berlangsung, diketahui ada petugas Gakkum Bali Nusra mendampingi oknum pengusaha mendatangi UPT KPH TTU dengan maksud bermitra untuk melalakukan pemetaan potensi persebaran sonekeling di hutan hak (milik privat) di Kabupaten TTU.
Ia mempertanyakan, apakah petugas Gakkum yang mendampingi pengusaha mendatangi Kantor UPT KPH TTU, pada bulan februari 2025 lalu itu merupakan delegasi Gakkum Bali Nusra untuk melakukan pemetaan potensi persebaran sonkeling di TTU?
Pegiat kemanusiaan dan aktivis anti korupsi itu juga mendesak Gakkum Bali Nusra dan Polda NTT, aga transparan dalam penanganan kasus tersebut. Hal itu penting, agar tidak ada praktik ilegal yang ditutup- tutupi serta adanya penegakkan keadilan dalam penanganan kasus ilegal logging sonokeling.***