Dana Seroja Rp 21 Miliar Lebih Diduga Raib, Pansus DPRD Rekomendasi ke Aparat Hukum

Penulis : Sipri Klau

Oelamasi,jurnal-NTT.com – Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kabupaten Kupang atas Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) Bupati Kupang tahun anggaran 2023 merekomendasikan temuan dana bantuan Seroja senilai Rp 21.844.913.459 yang tidak dapat dipertanggungjawabkan ke aparat penegak hukum.

Demikian disampaikan Ketua DPRD Kabupaten Kupang, Daniel Taimenas, dalam jumpa pers di Kantor DPRD Kabupaten Kupang, Senin (29/04/2024) sore usai pelaksana rapat Pansus.

Menurut Daniel, setelah melaksanakan tugas selama satu bulan, Pansus DPRD Kabupaten Kupang memberikan catatan-catatan strategis terhadap LKPj Bupati Kupang tahun anggaran 2023.

Daniel mengatakan, dalam minggu ini, pimpinan DPRD akan segera menggelar rapat agar segera merekomendasikan sisa dana bantuan Seroja senilai Rp 24 miliar lebih yang sampai saat ini belum dikembalikan ke kas negara.

Ia mengaku sangat serius untuk merekomendasikan polemik sisa dana yang belum dikembalikan ke kas negara tersebut ke aparat hukum karena keputusan Pansus merupakan keputusan lembaga DPRD.

“Jangan tanya bilang saya tidak serius (rekomedasi). Namanya keputusaan lembaga harus dijalankan”, ungkapnya.

Ketua Pansus LKPj, Habel Mbate menjelaskan, Pansus menyoroti semua kinerja pemerintah Kabupaten Kupang tahun 2023 yang telah dipaparkan dalam LKPj.

Namun menurut Habel, setelah melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD), ada sebuah persoalan yang menarik dan perlu didalami lebih jauh oleh Pansus yakni pengelolaan dana bantuan Seroja di BPBD Kabupaten Kupang.

Sesuai data By Name By Adress (BNBA) pemerintah pusat, lanjut Habel, terdapat 11.036 kepala keluarga (KK) penerima dana bantuan Seroja. Berdasarkan hasil review Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) atas data BNBA tersebut maka pemerintah pusat menggelontorkan dana sebesar Rp 229.090.000.000 untuk 11.036 KK korban bencana Seroja. Dana Rp 229.090.000.000 itu untuk merehabilitasi 2057 rumah rusak berat, 2.430 rumah rusak sedang dan 6.549 rumah rusak ringan.

Namun kata Habel, setelah pemerintah melakukan verifikasi data ulang maka data BNBA penerima bantuan Seroja berkurang menjadi 10.620 KK dengan rincian 921 rumah rusak berat, 2 296 rusak sedang dan 7.403 rumah rusak ringan.

Pengurangan jumlah KK ini berimplikasi pada pengurangan jumlah dana bantuan Seroja yang semula adalah Rp 229.090.000.000 (data BNBA) menjadi Rp 177.480.000.000.

Politisi Golkar ini menjelaskan, pada tanggal 31 Oktober 2023 yang lalu, Kepala Pelaksana (Kalak) BPBD Kabupaten Kupang, Semy Tinenty menjelaskan kepada DPRD bahwa setelah realisasi anggaran senilai Rp 177.480.000.000 dari Rp 229.090.000.000 untuk 10.026 penerima bantuan dana Seroja maka terdapat sisa anggaran sebesar Rp 46.000.000.000.

Namun kata Habel, saat Pansus melakukan RDP dengan Kalak BPBD, Semy Tinenty, dana sisa sebesar Rp 46.000.000.000 tersebut tiba-tiba berubah menjadi Rp 51.610.000.000.

Menurutnya, karena merasa ada yang janggal maka pada tanggal 23 Desember 2023, pimpinan DPRD melakukan konsultasi dengan Direktur PRR Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Dalam konsultasi itu, Direktur BNPB menginstruksikan agar pemerintah Kabupaten Kupang segera mengembalikan sisa anggaran Rp 51.610.000.000 tersebut ke kas negara. Namun menurutnya, sampai saat ini Pemkab Kupang baru mengembalikan Rp 27 miliar lebih. Sementara sisa Rp 24 miliar lebih belum dikembalikan ke kas negara.

Habel Mbate menjelaskan, atas informasi dari Direktur PRR BNPB tersebut, Pansus telah melakukan RDP dengan pimpinan BRI Unit Oesao dan pimpinan BRI Unit Camplong untuk mengecek sisa dana bantuan Seroja tersebut. Hasil RDP bersama pihak bank BRI diperoleh informasi bahwa sisa dana bantuan Seroja dalam rekening bank hanya Rp 2.175.000.000 untuk 101 KK korban bencana Seroja. Karena itu masih ada sisa dana senilai Rp Rp 21.844.913.459 yang belum diketahui peruntukkannya.

‘Ternyata setelah kami RDP dengan pihak Bank BRI sisa dana hanya Rp 2.175.000.000. Itu berarti masih kurang Rp 21 miliar lebih”, jelasnya.

Ia memaparkan, informasi lain yang diperoleh Pansus adalah bahwa BPBD Kabupaten Kupang sudah pernah meminta rekening koran dana bantuan Seroja dengan menyurati pihak BRI sebanyak tujuh kali. Namun pihak BRI enggan memberikan rekening Koran yang diminta BPBD Kabupaten Kupang tersebut.

Masih terkait hasil konsultasi, lanjut Habel, Direktur PRR BNPB menyampaikan bahwa Pemkab Kupang seharusnya merealisasikan dana Rp 229.090.000.000 tersebut kepada 11.036 KK. Namun karena Pemkab Kupang membuat petunjuk teknis (juknis) baru maka terjadi adanya sisa anggaran senilai Rp 51.610.000.000.

Selain itu kata Habel, Pemkab Kupang berupaya untuk mengusulkan kembali sisa anggaran Rp 51.610.000.000 untuk korban bencana yang belum mendapat bantuan dana Seroja. Namun usulan Pemkab Kupang itu ditolak oleh BNPB.

Sebab menurut BNPB dana sisa tersebut merupakan satu kesatuan dengan dana Rp 229.090.000. Seharunya dana tersebut direalisasikan semua. Dan apabila masih terjadi kekurangan anggaran maka Pemkab Kupang dapat mengajukan kembali permohonan anggaran untuk mengatasi kekurangan yang terjadi.

“Mengapa setelah membayar (merealisasikan Rp 229.090.000.000) lalu mengatakan bahwa uang lebih lalu meminta tambahan (dana) lagi. Jadi disepakati bahwa tidak ada realisasi lagi kecuali ada bencana baru”, jelasnya.

Habel menegaskan, Pansus telah bersepakat untuk merekomendasikan temuan-temuan yang janggal dalam realisasi dana Seroja tersebut kepada aparat penegak hukum.

Wakil Ketua Pansus, Anton Natun, mengatakan, setelah melakukan RDP dengan Kalak BPBD Kabupaten Kupang, Semy Tinenty, maka ada indikasi terjadinya penyalahgunaan keuangan daerah. Sehingga Pansus berani merekomendasikan temuan tersebut ke aparat penegak hukum.

Menurutnya, jika dana Rp 229.090.000.000 langsung direalisasikan kepada 11.036 maka pasti tidak akan ada persoalan seperti saat ini. Namun yang terjadi Pemkab Kupang membuat juknis baru dengan melakukan verifikasi ulang terhadap 11 036 KK penerima dana Seroja sesuai data BNBA.

“Sebenarnya tidak boleh verifikasi ulang. Semestinya, waktu awal sudah ada data pada posko bencana maka akumulasi data KK penerima dana bencana lalu turunlah dana Rp 229.090.000.000 itu. Tapi kemudian sampai pemerintah (Pemkab Kupang) buat (kebijakan) lain”, jelasnya.

Anton bahkan menduga bahwa bencana Seroja diproyekkan untuk menguntungkan pihak tertentu.

Ia mengatakan, semestinya, sisa dana Seroja dieksekusi oleh Kalak BPBD tanpa rasa takut. Sebab dana Seroja diperuntukkan bagi masyarakat yang menderita akibat bencana. Namun menurutnya, ada indikasi Kalak BPBD takut mengeksekusi sisa anggaran tersebut karena ada indikasi terjadinya ketidak benaran dalam realisasi bantuan dana Seroja tersebut.

Menurutnya, Kalak BPBD telah menyampaikan kepada DPRD bawa ada sisa dana sebesar Rp 51.610.000.000. Namun sisa dana yang disampaikan oleh Kalak BPBD tersebut tidak diketahui penggunaannya.

Anton mempertanyakan sisa dana Seroja Rp 24 miliar lebih yang belum dikembalikan ke kas negara.

“Informasi dari bank BRI bahwa sisa dana yang ada saat ini Rp 2.175.000.000. Lalu sisa dana Rp 21 miliar itu belum tahu di mana “, ujarnya.

Menurut Anton, sesuai hasil konsultasi dengan Direktur PRR BNPB, dana untuk 5000 lebih penyintas bencana Seroja yang telah diusulkan kepada pemerintah pusat tidak bisa direalisasikan.

Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Kupang, Sofie De Haan mengatakan komitmennya bersama pimpinan DPRD lainnya untuk menindaklanjuti rekomendasi temuan Pansus terkait realisasi dana Seroja ke aparat penegak hukum. Sebab menurut politisi Nasdem ini, Pemkab Kupang tidak mampu memberikan informasi yang akurat mengenai penggunaan sisa dana Seroja.

Ia menjelaskan, pada tanggal 23 Desember 2023, ia bersama pimpinan DPRD lainnya pernah berkonsultasi dengan BNPB. Dalam konsultasi itu disebutkan bahwa sisa dana Seroja yang belum dibagikan sebesar Rp 46.000.000.000.

Namun saat Pansus melakukan RDP dengan Kalak BPBD Kabupaten Kupang, Semy Tinenty, angka sisa dana itu berubah menjadi Rp 51.610.000.000.

Menurutnya, sesuai penjelasan Semy Tinenty, penambahan angka Rp 5 miliar tersebut merupakan hasil temuan inspektorat daerah yang dilaksanakan pada tanggal 31 Oktober 2023.

Ia mengatakan, dana penyintas tidak bisa direalisasikan oleh pemerintah pusat karena data penyintas tersebut tidak masuk dalam R3P sejak data awal. Namun hal ini katanya, tidak dijelaskan oleh Kalak BPBD Kabupaten Kupang.

Menurutnya, Pemkab Kupang bisa mengajukan permohonan anggaran yang baru namun permohonan itu hanya bisa direalisasikan untuk pembangunan infrastruktur yang rusak pasca bencana Seroja.

Sementara itu, Anggota Pansus LKPj, Yosef Lede mengatakan, sesuai hasil konsultasi, BNPB tidak mengenal yang namanya penyintas. Pengusulan 5000 lebih penyintas yang dilakukan Pemkab Kupang tersebut bisa dijawab BNPB jika terjadi bencana baru.

“Mereka (BNPB) bilang tidak akan ada anggaran lagi untuk bencana Seroja di Kabupaten Kupang”, jelasnya.

Selain itu, lanjut Yosef Lede, pihak BNPB mengatakan bahwa sisa dana Seroja yang belum disetor ke kas negara sudah tidak dapat dipertanggungjawabkan lagi oleh Pemkab Kupang dan bank BRI.

Ia mengaku, saat konsultasi dengan pihak BNPB, ia pernah bertanya soal siapa yang paling bertanggungjawab atas sisa dana yang tidak dapat dipertanggungjawabkan tersebut. Saat itu, jawaban pihak BNPB adalah Surat Keputusan (SK) Bupati Kupang terkait realisasi dana Seroja yang paling bertanggung jawab.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *