Kefamenanu,jurnal-ntt.com – Gerakan Rakyat Peduli Demokrasi dan Keadilan (Garda) Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) meminta Kejari TTU untuk membuka kembali kasus dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) TTU senilai Rp 47,5 miliar di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (PPO) TTU tahun 2008, 2009 dan 2011.
Demikian disampaikan Ketua Garda TTU, Paulus Modok, SE, melalui sambungan telepon seluler, Kamis (18/3/2021).
Terkait kasus korupsi DAK, khusus pengadaan buku di Dinas PPO TTU, kata Modok, Kejari TTU pernah menetapkan 14 orang sebagai tersangka dan ditahan. Namun Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) TTU saat itu mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap kasus korupsi DAK itu sehingga 14 orang tersangka yang ditahan tersebut dibebaskan.
Modok menduga, SP3 kasus kasus korupsi pengadaan buku dan DAK tersebut hanya merupakan akal-akalan Kajari TTU saat itu untuk menghindari penuntutan terhadap aktor intelektual yang terlibat dalam kasus korupsi tersebut.
“SP3 kasus korupsi pengadaan buku itu sangat melukai hati masyarakat TTU. Kalau dilakukan SP3 karena tidak cukup bukti, lalu mengapa harus ada penetapan dan penahanan 14 orang tersangka”, kesalnya.
Selain itu, kasus dugaan korupsi dana hibah di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten TTU, tahun 2010 senilai Rp 600 juta lebih. Kasus korupsi dana hibah tersebut baru dicairkan Raymundus Sau Fernandes selaku Bupati TTU saat itu di tahun 2012 atau dua tahun setelah Pilkada TTU dilaksanakan. Padahal dana hibah tidak boleh diluncurkan kembali di tahun berikutnya.
Dalam dugaan korupsi dana hibah KPU TTU ini, Kejari TTU telah menetapkan Aster Da Cunha selaku Ketua KPU Kabupaten TTU dan Niko Bana selaku Sekretaris KPU TTU sebagai tersangka. Namun para tersangka dibebaskan kembali tanpa alasan jelas.
Kejari TTU juga diminta untuk melanjutkan proses hukum pembangunan jalan hotmix di wilayah Kota Kefamenanu senilai Rp 10 miliar, kasus dugaan korupsi perekrutan tenaga kontrak daerah tahun 2019 senilai Rp 25 miliar, dugaan kasus korupsi program Padat Karya Pangan tahun 2011 sampai tahun 2014 di Dinas Pertanian TTU senilai Rp 7,6 miliar.
Terkait dugaan kasus korupsi padat karya pangan pada masa kepemimpinan Raymundus Sau Fernandes selaku Bupati TTU saat itu, diduga kuat sarat korupsi dan hanya menghambur-hamburkan uang rakyat.
“Data dari Kemensos RI itu diduga dirubah sepihak dan lahan masyarakat untuk padat karya itu tidak jelas. Seperti masyarakat di Kota Kefamenanu kan tidak ada lahan pertanian. Lalu bagaimana dengan masyarakat yang tidak ada lahan pertanian itu”, jelasnya.
Ia berharap, Kajari Robert Jimmy Lambila membuka kembali SP3 kasus dugaan korupsi DAK TTU dan kasus dugaan korupsi dana hibah KPU TTU serta kasus dugaan korupsi lain yang disebutkan agar proses hukum dilanjutkan dan oknum-oknum, termasuk aktor intelektual yang terlibat diproses secara hukum.
Modok juga mengapresiasi kinerja Kajari Robert Jimmy Lambila yang meskipun belum sebulan dilantik sebagai Kajari TTU namun sudah berhasil menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi Alat Kesehatan (Alkes) tahun 2015 di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kefamenanu.
Terkait dugaan kasus korupsi Alkes senilai Rp 1.426 miliar, Modok meminta Kajari Robert untuk mengejar aktor intelektual yang terlibat.
“Saya harap Kejari TTU kejar siapa aktor intelektual di balik kasus dugaan korupsi Alkes RSUD Kefamenanu tersebut”, harapnya.
Modok juga mengapresiasi kinerja Kajari Robert yang mulai melakukan penyelidikan atas kasus dugaan korupsi Bedah Rumah Rakyat Tidak Layak Huni (Berarti) tahun 2019 dan 2020 senilai Rp 84 miliar.
Meskipun proyek Berarti tersebut diadendum sampai bulan Juni 2021, namun menurut Modok, bukan berarti proyek tersebut bersih dadi korupsi.
Modok berharap dua kasus korupsi yang sedang ditangani saat ini dapat dituntaskan agar uang rakyat dapat diselamatkan. (epy)