BATAM, JURNAL NTT – Lembaga Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (Padma) Indonesia mengutuk keras dugaan tindakan penganiayaan sadis dan tidak manusiawi yang dialami oleh Intan.
Intan merupakan seorang Pekerja Rumah Tangga (PRT) asal Sumba Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Korban diduga disiksa secara keji oleh majikannya, Roslina, di kediamannya di kawasan elit Sukajadi, Batam.
Kasus ini menambah daftar panjang potret buram kerentanan PRT di Indonesia dan menjadi alarm darurat bagi negara untuk segera memberikan perlindungan hukum yang konkret.
Berdasarkan informasi yang dihimpun dari keluarga korban, Intan telah mengalami kekerasan sejak awal bekerja. Puncak kekejian terjadi dalam dua hari terakhir ketika sang majikan menuduh pekerjaan Intan seperti menyapu dan mengepel tidak rapi. Tuduhan tersebut menjadi pemicu penyiksaan brutal.
“Adik saya dipukul pakai sapu bahkan obeng, ditendang di kepala, di buah dada, serta di wajah hingga kemaluannya juga mendapatkan pukulan,” ungkap Anggraini, kakak korban, sambil menahan duka mendalam. “Dia juga dipanggil dengan kata-kata kotor: anjing, babi, lonte. Saya sudah tidak kuat membayangkannya.”
Tindakan pelaku tidak hanya berhenti pada kekerasan fisik dan verbal. Untuk melumpuhkan korban, pelaku menyita ponsel Intan dan mengisolasinya dari dunia luar, memutus total kontaknya dengan keluarga selama bekerja. Penderitaan Intan baru terungkap setelah ia berhasil meminjam ponsel tetangga secara diam-diam untuk menghubungi keluarganya.
Saat keluarga tiba di lokasi, mereka sempat dihalang-halangi dan tidak diizinkan masuk. Setelah berhasil mendobrak masuk, keluarga menemukan Intan di dalam kamar dengan kondisi mengenaskan, penuh luka lebam di sekujur tubuh dan terguncang secara psikis. Korban segera dilarikan ke Rumah Sakit Elizabeth, Batam, untuk mendapatkan perawatan intensif.
Menanggapi tragedi ini, Direktur Advokasi Padma Indonesia, Greg Retas Daeng, mengatakan kasus yang menimpa Intan adalah cerminan dari kebiadaban yang tidak bisa ditoleransi di negeri ini.
Insiden ini bukan sekadar penganiayaan, melainkan penyiksaan yang sistematis dan merendahkan martabat manusia hingga titik terendah. Intan datang ke Batam untuk bekerja demi menopang ekonomi keluarga, bukan untuk disiksa seperti binatang.
“Tragedi ini sekali lagi menjadi pengingat pahit bahwa negara masih abai dalam melindungi Pekerja Rumah Tangga. Mereka adalah pekerja, bukan budak. Sudah terlalu banyak Intan-Intan lain di luar sana yang menderita dalam senyap. Kekosongan hukum ini terus memakan korban.” tulis Direktur Advokasi Padma Indonesia, Greg Retas Daeng, dalam press release yang diperoleh media ini, Senin (23/6/2025).
Padma Indonesia mendesak Pemerintah dan DPR RI untuk berhenti menunda dan segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) yang sudah puluhan tahun mangkrak.
“Ini adalah utang konstitusional negara kepada jutaan warganya yang berprofesi sebagai PRT.” desak Greg.
Atas insiden itu, Padma Indonesia menyatakan sikap dan tuntutan yakni, mendesak aparat penegak hukum, dalam hal ini Polresta Barelang, untuk mengusut tuntas kasus ini secara transparan dan profesional.
Pelaku harus dijerat dengan pasal berlapis, termasuk dugaan penyekapan dan kekerasan berat, serta dijatuhi hukuman maksimal yang setimpal dengan perbuatannya.
Negara Wajib Hadir dengan memberikan perlindungan penuh bagi korban, termasuk menanggung seluruh biaya perawatan medis serta pemulihan psikologis dan trauma hingga tuntas.
Mendesak Presiden dan Pimpinan DPR RI untuk menunjukkan keberpihakan politik yang nyata dengan segera membahas dan mengesahkan RUU PPRT menjadi UndangUndang.
Ia menambahkan, Keadilan bagi Intan bukan hanya soal hukuman bagi pelaku, tetapi juga tentang pemenuhan hak-haknya sebagai korban dan adanya jaminan perlindungan agar kasus serupa tidak terus berulang.***