Kupang,jurnal-NTT.com – Penasihat Hukum WL, Bernard Anin, SH, MH mengatakan sebenarnya Entry point dari keterangan PBC BCA Kupang dalam kasus pidana No.49/pid.B/2021/PN.Kupang ada pada kontra terhadap keterangan Yano Laimonta sendiri yang mengatakan bahwa WL tidak mempunyai itikad baik atau itikad buruk. Padahal pertanggal 17 Desember 2020 masih ada komunikasi dari WL.
Hal ini terungkap dalam fakta persidangan, di mana saksi Hadrianus R. Djedoma Kepala PBC BCA Kupang mengatakan tanggal 17 Desember 2020 masih ada komunikasi yang diminta oleh WL melalui pihak BCA kepada Yano sehingga ada kesepakatan terhadap penjualan rumah di Surabaya dengan harga Rp 1,3 miliar dengan perincian 1 miliar untuk penutupan kredit di BCA sedangkan 300 juta itu langsung diserahkan kepada Yano.
Menurut kesaksian Hadrianus, Yano menyetujui kesepakatan tersebut. Namun herannya tanggal 20 Desember dirinya menerima WA dari Yano yang menyebut seseorang bernama Robi (adik Yano). Hadrianus diminta Yano untuk menghubungi Robi karena utang-piutang tersebut melibatkan Robi.
“Sampai detik ini saya tidak pernah mendapatkan nomor hp oknum yang namanya Robi”, tegas Hadrianus.
Hadrianus juga mengaku menerima WA dari Yano, bahwa adiknya setuju rencana penyelesaian utang dengan angsur dari hasil jual aset di Surabaya.
“Untuk meyakinkan hal itu, saya minta agar nomor hp saya diberikan ke Adenya Yano (Robi). Namun selang beberapa hari saya justru menerima informasi kalau Aset yang di Surabaya itu diblokir oleh pihak Yano, namanya Piter katanya Lawyer itu”, sebut Hadrianus kesal.
Rentetan fakta persidangan di atas, menurut Kuasa Hukum WL, Bernard Anin, SH.MH, memunculkan pertanyaan, siapakah yang empunya itikad buruk itu? Dari pihak WL atau dari pihak Yano sendiri?
Bernard, meminta majelis hakim agar dalam putusannya nanti dapat mempertimbangkan kesepakatan yang telah dilanggar sendiri oleh Yano dengan melaporkan WL kepada pihak berwajib.
Menurut Bernard, sampai saat ini, kliennya masih beritikad baik untuk membayar. Jadi tidak ada itikad buruknya. Sehingga tidak ada unsur pidana dalam kasus utang-piutang antara kliennya dan Yano.
“Memang tidak masuk ke ranah hukum pidana karena klien kami orang yang tidak mampu membayar utang tetapi mempunyai itikad baik yakni membangun komunikasi untuk menyelesaikan utangnya. Dan itu bagian dari wanprestasi bukan pada pidana seperti itu”, kata Bernard
Bernard menuturkan, dalam persidangan kasus tersebut pada seminggu yang lalu, alur dari pemeriksaan masalah pidana itu sendiri sudah menyalahi Undang-Undang Hak Asasi Manusia (HAM). Jadi menurutnya, seharusnya unsur pidana tidak ada dalam kasus utang-piutang tersebut.
Ia melanjutkan, jika proses hukum pidana dalam kasus utang-piutang antara kliennya dan Yano dilanjutkan maka ia berharap agar dalam putusannya, majelis hakim bisa membebaskan kliennya WL.
“Kalau tidak dibebaskan berarti pengadilan sendiri yang melakukan pelanggaran terhadap Undang Undang HAM. Karena dari keterangan saksi ahli sangat terang benderang menyatakan bahwa seseorang yang tidak mampu membayar utang tidak bisa dipidana. Kalaupun ada pidana dan perdata berjalan sekaligus terhadap obyek yang sama maka perkara pidananya ditangguhkan (perma 1 tahun 1959).
Jadi fakta kami hanya satu yang menerangkan bahwa memang benar klien kami punya itikad baik untuk membayar. Bahkan deal-dealnya sudah disepakati langsung oleh Yano sendiri”, pungkas Bernard. (epy)