Atambua, jurnal-NTT.com – Bunga (bukan nama sebenarnya), gadis belia penyandang disabilitas berusia 17 tahun di Kecamatan Tasifeto Timur, Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur diduga kuat dirudapaksa oknum pemuda berinisial (N).
Sebelum dirudapaksa, pelaku terlebih dahulu membekap mulut korban dan menganiaya korban dengan sebatang kayu hingga tubuh dan kepala korban mengalami memar.
Ibu korban yang menghubungi media ini, pada Rabu (23/08/2023) mengatakan, sesuai kronologi kejadian yang disampaikan korban menggunakan bahasa isyarat, peristiwa memilukan itu terjadi pada tanggal 17 Agustus 2023 siang, saat itu korban sedang menimba air di sumur.
Pelaku yang sudah merencanakan niat bejatnya itu, diam-diam menghampiri korban dari arah belakang dan langsung membekap mulut korban menggunakan jaketnya.
Setelah mulut korban dibekap dari arah belakang, lalu pelaku membanting tubuh korban ke tanah dan membuka paksa pakaian korban.
Menurut ibu korban, korban tidak bisa berteriak karena putri kesayangannya itu mengalami keterbatasan fisik tuli dan bisu.
“Pelaku datang dari belakang. Anak saya tidak bisa dengar langkah kaki pelaku karena anak saya tuli. Jadi anak saya kaget saat pelaku tutup mulutnya pakai jaket. Anak saya juga bisu jadi tidak bisa omong jadi tidak bisa teriak. Pelaku juga pukul saya punya anak sampai kepala dan badan luka. Sekarang anak saya sakit. Tega sekali dia (pelaku) buat anak saya begitu”, jelas ibu korban sambil menangis.
Ia menjelaskan, setelah membekap mulut korban, pelaku melanjutkan aksi bejatnya dengan membanting tubuh korban ke tanah. Tidak hanya membanting tubuh korban, pelaku juga mengambil sebatang kayu lalu menganiaya korban karena korban memberi perlawanan. Akibatnya, bibir dan hidung korban bengkak dan kepala korban luka memar.
Meskipun korban terus memberi perlawanan namun pelaku tidak mengurungkan niatnya. Pelaku terus memukul korban hingga lemas lalu membuka paksa celana korban dan langsung menyetubuhi korban.
Ibu korban melanjutkan, aksi bejat pelaku dipergoki nenek korban yang sedang mencari rumput untuk ternak sapi. Melihat kejadian itu, nenek korban langsung menarik tangan pelaku sambil berteriak memanggil warga sekitar.
Mendengar informasi tentang kejadian itu, ibu korban yang sedang memberi minum untuk ternak sapi, langsung menuju lokasi kejadian. Setibanya di tempat kejadian, ibu korban langsung menggiring pelaku ke rumah korban dan menginformasikan kejadian itu kepada orang tua pelaku.
Namun niat orang tua korban untuk melapor kepada aparat kepolisian diurung karena ayah dan kakak pelaku mendatangi ibu dan ayah korban dan meminta agar persoalan tersebut diurus secara kekeluargaan. Permintaan ayah dan kakak korban itu disetujui oleh ibu dan ayah korban.
Keesokan harinya yakni tanggal 18 Agustus 2023, orang tua korban bertemu dengan keluarga pelaku. Dalam pertemuan itu, orang tua pelaku bersedia untuk memberikan denda adat. Sesuai kesepakatan orang tua korban meminta denda adat sebanyak Rp 2.500.000, dua lembar kain dan satu ekor babi kepada orang tua pelaku.
Keluarga pelaku menyanggupi besaran denda adat yang disepakati tersebut. Namun persoalannya, keluarga pelaku tidak memberi kepastian tentang kapan denda adat itu dilaksanakan. Merasa tidak puas, tanggal 18 Agustus 2023 malam, orang tua korban memutuskan untuk melaporkan peristiwa itu ke aparat Polres Belu.
Ibu korban menuturkan, usai melaporkan peristiwa itu, penyidik Polres Belu langsung memintai keterangan korban dan membawa korban ke rumah sakit untuk dilakukan visum et repertum.
Ibu korban juga mengaku sudah dimintai keterangan oleh penyidik Polres Belu. Selain ibu korban, polisi juga telah memintai keterangan dari nenek korban.
Namun ibu korban mengaku kesal. Sebab sampai saat ini pelaku masih berkeliaran bebas.
Kasat Reskrim Polres Belu, Iptu, Djafar Awad Alkatiri yang dikonfirmasi media ini, Kamis (24/08/2023) sore enggan berkomentar.
Djafar Awad hanya meminta media ini agar langsung menemui Kapolres Belu, AKBP Richo Nataldo Devallas Simanjuntak untuk melakukan konfirmasi. (epy)