Atambua, jurnal-NTT.com – Direktur PT Dian Mandiri, Antonius Samara atau yang biasa disapa Toni Samara diadukan ke Dinas Koperasi Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Belu. Toni Samara diadukan karena memberhentikan seorang karyawannya bernama Aleks Kapitan yang telah bekerja selama 31 tahun tanpa pesangon dan hak-hak lainnya.
Kepada media ini, di kediamannya, di Tulamalae Jumat (16/08/2024), Aleks Kapitan mengatakan, dirinya bekerja sebagai sopir kendaraan truck pada PT Dian Mandiri sejak tanggal 27 Maret 1992 sampai dengan akhir tahun 2023 atau selama 31 tahun. PT Dian Mandiri yang beralamat di Kota Atambua, Kabupaten Belu tersebut adalah perusahaan milik Toni Samara.
Aleks menuturkan, sebagai sopir truck di PT Dian Mandiri, ia diberi gaji pokok Rp 300.000 per bulan ditambah uang ritase sebesar Rp 150 per ritase.
Pada tahun 1997, Direktur PT Dian Mandiri, Toni Samara menaikkan gaji pokoknya menjadi Rp 500.000 per bulan ditambah uang ritase sebesar Rp 2500 per ritase.
Pada tahun 2000, gaji pokoknya dinaikkan menjadi Rp 1.000.000 per bulan dan uang ritase tetap Rp 2500 per ritase.
Tahun 2015, Aleks Kapitan diperintahkan oleh Toni Samara untuk merangkap pekerjaan sebagai operator alat berat vibro. Selain mengoperasikan truck, Aleks juga merangkap sebagai operator alat berat. Saat itu, gaji pokok yang diterima Aleks tetap Rp 1.000.000 per bulan ditambah biaya pengoperasian alat berat Rp 100.000 per hari kerja. Sementara uang ritase tidak dibayar.
Aleks Kapitan yang merupakan warga RT 008, RW 003, Kelurahan Tulamalae, Kecamatan Atambua Barat, Kabupaten Belu ini mengaku kesal sebab mulai tahun 2019 sampai tahun 2023, dirinya tidak diberi gaji pokok lagi.
Ia hanya diberi Rp 100 000 per hari jika mendapat job pemadatan urukan dengan vibro. Itu pun pekerjaannya sebagai operator vibro tersebut dilakukannya hanya pada musim panas yakni saat pihak lain menyewa vibro milik PT Dian Mandiri.
Menurutnya, pada akhir tahun 2023, dirinya memutuskan untuk berhenti bekerja karena mengalami sakit. Keputusannya untuk berhenti dari pekerjaan yang telah dijalaninya selama 31 tahun tersebut disampaikan kepada atasannya, Toni Samara.
Toni Samara menyetujui permintaannya untuk berhenti bekerja. Namun persetujuan Toni Samara itu tidak diikuti dengan niat baik untuk pembayaran sejumlah haknya, termasuk pesangon.
“Tahun 2023, saya mulai sakit. Karena itu saya putuskan untuk berhenti kerja. Saya kasih tahu bos Toni (Toni Samara) tetapi dia diam saja. Waktu itu saya minta baik-baik. Saya bilang bos tolong bantu saya uang sedikit supaya saya bisa pakai berobat dan membuka usaha kecil-kecilan. Tetap dia hanya diam saja. Dia hanya jawab saya bilang sekarang kita tidak ada kerja lagi”, jelasnya.
Ia mengaku sudah dua kali menemui Toni Samara untuk meminta hak-haknya. Namun Toni tidak merespon permintaanya tersebut.
Karena merasa tidak puas, Aleks lantas megadukan Toni Samara ke Dinas Koperasi Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Belu. Setelah mengadu, Aleks diminta pihak dinas untuk menemui lagi Toni Samara. Namun upaya Aleks untuk menemui Toni Samara yang ke tiga kali tidak berhasil.
Hasil pertemuan Aleks dan Toni Samara itu, kata Aleks, telah disampaikan kembali kepada mediator dari Dinas Koperasi Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Sementara itu, Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Persyaratan Kerja, Dinas Koperasi Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kabupaten Belu, Erny Ganggas yang ditemui media ini di ruang kerjanya, Jumat (16/08/2024), mengaku sudah menerima pengaduan dari Aleks Kapitan.
Menurut Erny, saat ini Dinas Koperasi, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Belu sedang menindaklanjuti pengaduan Aleks tersebut sesuai tahapan tata cara penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Ia menjelaskan, sesuai tahapan penyelesaian perselisihan hubungan industrial, tahap pertama, pengadu diminta untuk bertemu lagi dengan pemberi kerja untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial yang terjadi antara kedua belah pihak. Setelah pertemuan tersebut, Aleks Kapitan sebagai pengadu diminta untuk membuat Risalah Bipartit yang memuat hasil pertemuannya dengan Toni Samara sebagai pemberi kerja.
Jika dalam kesempatan pertemuan tersebut, Toni Samara sebagai pemberi kerja enggan bertemu atau tidak merespon permintaan Aleks sebagai pengadu maka hasil pertemuan tersebut tetap dimuat dalam risalah.
“Intinya dia (Aleks) sudah pergi bertemu dengan patut. Kepatutan itu biasanya tiga kali. Jika pengadu sudah berulang kali bertemu namun tidak ada respon atau pemberi kerja tidak bertemu maka pengadu mengisi risalah bahwa pemberi kerja tidak bertemu. Dasar itu dia (Aleks) bawa kembali ke kami. Dasar itu kami akan lanjut ke tahap mediasi”, jelasnya.
Saat ini, lanjut Erny, tindak lanjut terhadap pengaduan Aleks Kapitan itu sudah memasuki tahap mediasi. Namun kendala yang dihadapi dalam tahap mediasi ini yakni pihaknya (dinas) tidak mengetahui keberadaan Toni Samara sebagai pemberi kerja. Pihaknya, juga tidak memiliki nomor hand phone Toni Samara.
“Sekarang kita masuk ke tahap mediasi. Sayangnya kemarin, terkahir ini kita tidak tahu Pak Toni ada di mana. Telepon juga kami (dinas) tidak punya. Biasanya merespon. Tapi kali ini tidak tahu kenapa Pak Toni tidak merespon”, ujarnya.
Kendala lainnya, kata Erni, mediator yang memediasi perselisihan hubungan industrial antara pemberi kerja dan pengadu sedang mengalami kedukaan. Sehingga proses mediasi harus tertunda beberapa hari.
Menurut Erny, surat pemanggilan untuk mediasi sudah dilayangkan kepada Toni Samara. Namun sampai saat ini Toni Samara tidak mengindahkan panggilan tersebut. Meskipun tidak merespon panggilan mediasi namun proses penyelesaian akan terus dilakukan oleh Dinas Koperasi Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Setelah dipanggil secara patut selama tiga kali namun Toni Samara tidak mengindahkan panggilan tersebut maka akan dibuatkan risalah mediasi dan dalam tempo tiga hari Dinas Koperasi Tenaga Kerja dan Transmigrasi akan mengeluarkan anjuran kepada pengadu untuk melakukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial.
Jika anjuran yang dikeluarkan oleh Dinas Koperasi Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Belu tidak dijawab oleh Toni Samara maka menurut Erny, Toni Samara telah dianggap menyetujui anjuran yang dikeluarkan.
Dalam anjuran ke Pengadilan Hubungan Industrial terebut, Dinas Koperasi Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Belu akan memberikan pendapatnya terkait perselisihan hubungan industrial antara pengadu dan pemberi kerja, termasuk tuntutan akan hak-hak yang harus dibayarkan pemberi kerja kepada pengadu.
Ia mengatakan, jika anjuran telah dikirim ke Pengadilan Hubungan Industrial maka pihak pemberi kerja tidak akan mungkin bisa mangkir dari panggilan pengadilan.
Setelah anjuran dikeluarkan maka kata Erny, Pengadlan Hubungan Industrial akan memberi waktu selama 14 hari kepada pemberi kerja dan pengadu untuk membuat kesepakatan atas tuntutan pengadu dalam anjuran yang dikeluarkan.
Menurutnya, jika Aleks sebagai pengadu tidak memiliki biaya untuk membayar jasa penasihat hukum untuk beperkara maka Aleks bisa meminta bantuan hukum dari para penasihat hukum yang bersedia memberi bantuan hukum secara gratis.
Erny juga menjelaskan, sejumlah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh Toni Samara sebagai pemberi kerja adalah membayar hak-hak dari Aleks Kapitan sebagai pekerja. Hak-hak yang harus dibayar oleh Toni Samara yakni pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak kerja.
Proses penyelesaian hubungan industrial tersebut jelas Eny, tetap berpedoman pada PP 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat dan Pemutusan Hubungan Kerja.
Erny berharap agar Aleks Kapitan sebagai pengadu tetap bersabar. Sebab jika telah dipanggil dengan patut namun Toni Samara tetap tidak datang maka proses penyelesaian akan tetap dilanjutkan dengan mengeluarkan anjuran ke Pengadilan Hubungan Industrial.
Sampai berita ini dipublikasi, Toni Samara belum berhasil dikonfirmasi.