Betun,jurnalNTT.com – Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Malaka, Henry Melky Simu menyebut ada dugaan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif di lembaga DPRD Kabupaten Malaka.
Pernyataan Henry ini disampaikan di Kantor DPRD Kabupaten Malaka, usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Pemerintah Kabupaten Malaka yang dihadiri Sekda Kabupaten Malaka dan pimpinan OPD, Senin (7/6/2021).
Henry mengatakan, dugaan SPPD fiktif tersebut terkuak usai pemeriksaan dari Inspektorat Daerah (Irda) Kabupaten Malaka atas anggaran perjalanan dinas DPRD Malaka tahun 2021.
“Kemarin pas pemeriksaan dari inspektorat, kami ada cross check dengan lembaga DPRD. Waktu itu yang pertama soal uang makan minum. Jadi kami diminta untuk kasih pendapat dan saya minta untuk kalau bisa diperiksa juga audit juga masalah perjalanan. Dari situ saya minta rekapan perjalan saya. Disitu dari inspektorat kasih tunjuk dan saya lihat. Oh saya ada perjalan di bulan Mei. Padahal waktu itu kita tahu bersama kalau uang perjalanan di DPRD itu, baik di dalam dan di luar daerah itu sudah dipangkas habis”, jelasnya.
Menurutnya, saat itu anggaran perjalan dinas DPRD Kabupaten Malaka dipangkas habis untuk penanganan Covid-19. Karena itu, seluruh angota DPRD Kabupaten Malaka tidak melakukan perjalanan dinas. Namun anehnya, lanjut Henry, namanya ada dalam dokumen perjalanan dinas.
“Tapi anehnya kok nama saya ada dalam perjalanan di sini. Saya minta , bisa lihat SPPDnya sama kuitansinya. Diambilah dan datang saya lihat, ternyata betul saya melakukan perjalanan ke Kobalima Timur. Setahu saya, saya tidak pernah ke Kobalima Timur. Tiap bulannya itu ada (perjalan dinas)”, ungkapnya.
Ia menambahkan, dalam kuitansi perjalan dinas yang saat ini telah dikantonginya tersebut, tertera nama dan tanda tangannya. Namun menurutnya, tanda tangan dirinya dalam kuitansi itu adalah tanda tangan palsu.
“Saya lihat, saya mau lihat kuitansi dulu. Siapa yang terima uang ini. Saya lihat disitu tanda tangan beda. Saya bilang ini ada pemalsuan tanda tangan ini”, jelasnya.
Menurutnya, sesuai dokumen yang dilihatnya, ada dugaan SPPD fiktif sebanyak lima sampai enam kali perjalanan. Total anggaran untuk tiga hari perjalanan ke desa mencapai Rp 3.150.000. Sementara perjalanan dinas ke Kupang biasanya setiap anggota DPRD berhak mengambil 30 persen dari total anggaran perjalan dinas yakni sebesar Rp 6.900.000 per orang.
Ia mengaku, dalam RDP, telah meminta pertanggungjawaban Sekretaris DPRD (Sekwan) Kabupaten Malaka terkait dugaan SPPD fiktif tersebut. Diduga kuat, semua anggota DPRD menjadi korban SPPD fiktif tersebut . Namun saat ini, baru dua orang anggota DPRD yang mengetahui hal itu.
Menurutnya, banyak kegiatan di lembaga DPRD Kabupaten Malaka yang tidak terlaksana. Namun dalam Laporan Pertangungjawaban, semua kegiatan terealisasi seratus persen. Karena itu, lanjutnya, tahun 2019, Komisi I DPRD Kabupaten Malaka pernah membuat rekomendasi agar pengelolaan keuangan di Sekretariat DPRD Kabupaten Malaka diaudit ulang. Namun rekomendasi tersebut tidak digubris.
Menurutnya, jika persoalan SPPD fiktif itu tidak diselesaikan secara internal lembaga DPRD maka ia akan melaporkan dugaan SPPD fiktif tersebut ke pihak Kejaksaan.
Henry juga mengaku baru tahu saat pemeriksaan oleh Irda, bahwa setiap tanggal 17 Agustus, setiap anggota DPRD mendapat dana perjalanan dinas ke daerah pemilihan masing-masing sebesar Rp 3.150.000 untuk tiga hari. Namun selama menjabat sebagai anggota DPRD, dirinya tidak pernah mendapatkan anggaran perjalanan dinas setiap tanggal 17 Agustus tersebut.
Sementara itu, Sekretaris DPRD Kabupaten Malaka belum berhasil dikonfirmasi terkait dugaan SPPD fiktif ini. (epy)