Monitor Program MF di Timor, Wakil Rektor UB Bicara Kemandirian Penyediaan Bibit Jagung di NTT

Oelamasi, jurnal-NTT.com – Wakil Rektor V Universitas Brawijaya (UB) Bidang Riset dan Inovasi Prof. Dr. Unti Ludigdo, SE., M.Si, Ak didampingi pakar pertanian UB, Prof. Ir. Arifin Noor Sugiarto, MSc.,PhD dan anggota tim Desy Dwi Prianti, S.Sos., M.Comn., PhD serta Wahyu Achmad Supriadi S.Sos melakukan monitoring dan evaluasi program Matching Fund 2023 di Kabupaten Malaka dan Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Hadir dalam kegiatan monitoring dan evaluasi tersebut tim MF Undana yakni Dekan Fakultas Pertanian Undana, Dr. Ir. Muhammad S. M. Nur, M.Si dan Pakar Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Undana, Prof. Dr.Ir.Roy Doppy Nendissa, MP dan Kepala Bidang TPH Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi NTT, Nixon Balukh, SP., M.Si.

Kepada jurnal-NTT.com, Prof Unti Ludigdo mengatakan, kedatangannya ke pulau Timor untuk melakukan monitoring dan evaluasi program kemitraan MF 2023 yang didanai Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Republik Indonesia.

Dijelaskannya, program MF merupakan wujud komitmen UB untuk berperan serta dalam meningkatkan kualitas kehidupan dan kesejahteraan masyarakat di wilayah Tertinggal, Terdepan dan Terluar (3T) di seluruh Indonesia. Program MF adalah program kemitraan antara UB-Undana dengan Pemerintah Provinsi NTT dan pemerintah kabupaten terkait.

Prof Unti Ludigdo mengatakan, dalam konteks pengembangan ketahanan pangan perlu dilakukan penguatan untuk menghasilkan produk sendiri.

Menurutnya, penangkaran benih dan pembudidayaan adalah salah satu kegiatan untuk mewujudkan kemandirian penyediaan bibit jagung dan secara masif dilakukan penanaman. Sebab saat ini 100 persen pengadaan bibit jagung unggul di NTT masih didatangkan dari luar daerah.

Ke depan menurutnya, pemerintah dan petani di Provinsi NTT harus mandiri dalam penyediaan bibit jagung. Sebab Provinsi NTT memiliki potensi sumber daya alam, ahli dan kondisi alam yang mendukung untuk kemandirian penyediaan bibit jagung.

Menurutnya, kemandirian penyediaan bibit jagung dan penanaman jagung yang masif merupakan bagian dari pembangunan ekosistem makanan. Sebab produk jagung yang dihasilkan bisa diolah untuk menghasilkan produk yang lain yaitu pakan ternak sapi. Sehingga diharapkan dapat meningkatkan produksi ternak sapi di Provinsi NTT.

Ia menjelaskan, Provinsi NTT memiliki luasan dan karakter wilayah yang sangat cocok menjadi sentra pembenihan, pembibitan dan pengembangan sapi. Sehingga harapannya, secara nasional Indonesia tidak boleh lagi mengimpor bahan makanan dan ternak sapi.

Saat ini lanjut Prof Unti, banyak sumber makanan di Indonesia yang diimpor dari negara lain.

“Banyak sumber makanan kita itu dari impor. Apakah ke depan kita akan bertahan dengan pola seperti itu? Tentu tidak ! Kalau kita mau bertahan seperti itu negeri kita akan tereksploitasi. Hanya menjadi pasar tapi tidak menjadi produsen”, jelas Guru Besar Bidang Ilmu Etika Bisnis dan Profesi ini.

Ia mengatakan, Program MF sangat mendukung program Tanam Jagung Panen Sapi (TJPS) yang dicanangkan Pemerintah Provinsi NTT. Sebab dalam program TJPS ini ada tanam jagung panen sapi dan ditambah lagi penguatan teknologi.

Menurutnya, program MF sangat strategis untuk melakukan percepatan Ketahanan Pangan melalui produksi jagung di Provinsi NTT.

Prof Unti berharap, ke depan, pemerintah provinsi dan seluruh pemerintah kabupaten di NTT bersama Perguruan Tinggi yang ada di NTT terus mengawal semua kegiatan yang telah terlaksana melalui program MF yang diinisiasi oleh Universitas Brawijaya.

Kepada Undana, Prof Unti berharap agar Undana menjadi terdepan untuk menghela, penggerak upaya peningkatan dan penguatan ketahanan pangan di NTT.

“Harapannya terus berlanjut. Keberlanjutan ini pada teman-teman yang berada di NTT. Brawijaya sebagai inisiator. Di depan sebagai motivator untuk memompa teman-teman ini agar tidak kendur”, jelasnya.

Dekan Fakultas Pertanian Undana, Dr. Ir. Muhammad S. M. Nur, M.Si yang hadir dalam kegiatan monitoring dan evaluasi program MF tersebut mengatakan, keterlibatan UB dan Undana dalam pembangunan program TJPS selama dua tahun terkahir merupakan hal positif.

Dr. Muhammad Nur mengapresiasi program TJPS karena menggunakan model pendekatan pembangunan pentahelix yang dibangun di atas lima kategori pemangku kepentingan, yaitu pemerintah, akademisi, dunia usaha, perbankan, kelompok tani dan pers.

Semakin banyak komponen yang terlibat dalam model pembangunan yang menggunakan metode pentahelix ini maka ia yakin ke depan program TJPS ini akan berhasil.

Ia menjelaskan, di tahun pertama program MF digulirkan ada 6 orang mahasiswa Undana yang terlibat dalam kegiatan pengembangan benih jagung hibrida. Para mahasiswa Undana ini terlibat dalam skema pembelajaran yang disebut Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM).

Menurutnya, melalui MBKM mahasiswa tidak hanya belajar di ruang kelas saja. Namun diberi kesempatan untuk belajar langsung ke masyarakat agar bisa mendapat pengalaman praktis dan mendapat ilmu tentang pengembangan jagung hibrida.

Di tahun 2023 ini, mahasiswa Undana yang terlibat dalam program MBKM ini berjumlah 55 orang yang terbagi dalam dua tim yakni 20 orang di Kabupaten Malaka dan 35 orang di Kabupaten Kupang.

“Nah ini akan semakin memberikan pengalaman kepada mahasiswa-mahasiswi kami kalau kerja di lapangan itu seperti ini. Pengalaman berinteraksi dengan kelompok-kelompok tani dalam menghadapi berbagai macam kendala-kendala dalam pengembangan program ini selama kurang lebih empat sampai lima bulan ini banyak pengalaman berinteraksi dengan para senior dari Brawijaya semakin membuka wawasan mereka tentang bagaimana menghadapi suatu persoalan tentanga bagaimana pengembangan program pertanian”, jelasnya.

Ia menjelaskan, tantangan terbesar pembangunan di bidang pertanian saat ini adalah turunnya minat generasi muda untuk bekerja di sektor pertanian. Karena itu, melalu program MBKM ini wawasan mahasiswa akan lebih baik untuk bekerja di sektor pertanian.

Penemu benih jagung Nusa 1 yang juga adalah Pakar Pertanian UB, Prof. Ir. Arifin Noor Sugiarto, MSc., PhD, mengatakan, sebagai dosen dan sebagai peneliti memiliki tugas yakni pengajaran dan pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat.

Dan saat ini, lebih didetailkan lagi menjadi bentuk nyata yang sekarang disebut Indikator Kinerja Utama (IKU). IKU memiliki 8 indikator.

Prof Arifin mengatakan, program MF ini melibatkan mahasiswa agar mereka memiliki pengalaman khusus tidak hanya di dalam kampus tapi juga di luar kampus.

Pelibatan mahasiswa UB dalam kegiatan MF tersebut juga agar setelah lulus dari studi, mahasiswa yang terlibat dapat memiliki pekerjaan dan pendapatan. Selain mahasiswa, alumni UB dan dosen UB juga dilibatkan dalam kegiatan MF tersebut. Hal ini dimaksudkan agar para dosen tersebut tidak hanya bekerja dalam kampus tapi juga bisa mendapatkan pengalaman di luar kampus dengan berinteraksi dengan petani dan masyarakat luas.

Ia mengatakan, jagung Nusa 1 adalah hasil penelitian peneliti yang tergabung dalam tim Pusat Penelitian Jagung UB sejak tahun 2008.

Nusa 1 tersebut menurutnya adalah salah satu jenis jagung yang telah dipatenkan dan dilepas. Jagung Nusa 1 merupakan jagung batang varietas unggul hibrida.

Keunggulan dari jagung Nusa 1 ini lanjutnya, selain produktivitas tinggi, ada juga kekuatan-kekuatan khusus misalnya sudah diuji tahan hama oleh Kementerian Pertanian sehingga disahkan namanya di tahun 2020.

Prof Arifin menjelaskan, di tahun 2020, tim Pusat Penelitian Jagung mengajukan lima calon varietas yang disetujui dan lolos. Salah satunya adalah Nusa 1 yang dikembangkan sesuai kehendak mitra UB di NTT.

“Kami ditugasi untuk inovasi ini bukan untuk dari saya untuk kemauan saya tapi atas keinginan masyarakat, pemerintah atau pihak lain menginginkan apa disampaikan. Makanya dinamakan Matching Fund. Kita match-kan tujuannya, kehendaknya dan cita-citanya,” ujarnya.

Di Kabupaten Kupang, hal yang ditekankan adalah program penangkaran benih. Para petani dididik agar siap untuk menangkar parental (induk yang disilangkan). Setelah itu dikembangkan F1-nya. Sebab penangkaran parental ini tidak sama dengan penangkaran jagung biasa. Terkait penangkaran parental ini, tidak semua petani mendapatkan kesempatan.

Ia menjelaskan, selain itu, akan ada integrasi dengan pemerintah dalam hal ini UPT Penangkar Benih Pemrov NTT agar selain mengembangkan parentalnya juga bisa membantu pemasaran agar jagung Nusa 1 ini bisa dimilki oleh Pemprov NTT dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat.

Keuntungan dari pengembangan jagung Nusa 1 ini menurutnya adalah harga terjangkau. Diharapkan harga benih jagung Nusa 1 ini bisa berada di bawah Rp 100.000 per kilo gram.

“Ini kan menguntungkan sekali petani dan pemerintah. Selain biaya produksi rendah, produktivitas semakin tinggi. Ini sangat match dengan program Tanam Jagung Panen Sapi”, pungkas Guru Besar Bidang Ilmu Bioteknologi Pertanian UB.

Selain itu, Kepala Bidang TPH Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi NTT, Nixon Balukh, SP., M.Si yang juga hadir dalam kegiatan monitoring dan evaluasi tersebut mengatakan, Pemerintah Provinsi NTT menyadari adanya keterbatasan anggaran untuk membiayai semua aspek di bidang pertanian. Sebab itu Pemprov NTT perlu menggali potensi sumber dana dari luar, dari mitra terkait untuk bisa mendukung pembangunan di Provinsi NTT.

Nixon juga menjelaskan, saat ini quota pupuk bersubsidi dari pemerintah pusat terus menurun dan terbatas sementara harga pupuk non subsidi meningkat lima kali lipat dari harga pupuk bersubsidi. Sehingga tidak semua petani mampu membeli pupuk dengan harga yang sangat tinggi tersebut.

Karena itu lanjut Nixon, melalui program MF kerjasama UB dan Undana tersebut diminta agar dilakukan pelatihan pembuatan pupuk organik. Saat ini Kementerian Pertanian dan Pemerintah Provinsi NTT terus melakukan sosialisasi pembuatan pupuk organik dan penerapan penggunaan pupuk organik secara masif dan penerapan sistem digitalisasi.

Ia berharap UB dan Undana bisa menyiapkan kelompok tani Sama Rasa sebagai calon-calon penangkar benih jagung Nusa 1 yang sedang dikembangkan.

Nixon juga berharap, 35 mahasiswa Undana yang mengikuti program MBKM agar melakukan pembelajaran secara menyeluruh. Agar setelah selesai studi, mereka sudah siap menjadi penangkar benih. Sebab menjadi penangkar benih adalah pekerjaan yang sangat menjanjikan. Sebab 100 persen kebutuhan bibit jagung di Provinsi NTT didatangkan dari luar daerah.

Ia juga mengatakan, kunci dari bibit jagung hibrida adalah di parental (induk yang disilangkan). Sebab itu ia mengaku terus melakukan komunikasi intens dengan Prof Arifin Noor selaku penemu benih jagung Nusa 1 tentang pola kerjasama yang tepat sehingga pasca selesai program MF, UB bisa tetap hadir untuk terus memantau parental, F1 Nusa 1 yang saat ini dikembangkan agar makin bergema.

Ia juga mengatakan, Kementerian Pertanian dan Pemprov NTT sudah berkomitmen untuk memprioritaskan pengembangan berbasis program yang bersumber dari APBD maupun APBN. Karena itu, Pemprov NTT akan membeli jagung benih jagung yang sudah diproduksi sendiri oleh penangkar benih di NTT.

Pantauan media ini, setelah memberikan sambutannya, Prof. Dr. Unti Ludigdo, SE., M.Si, Ak didampingi Pakar Pertanian UB, Prof. Ir. Arifin Noor Sugiarto, MSc.,PhD dan anggota tim serta tim.MF Undana  langsung melakukan peninjauan ke lokasi penangkaran benih jagung Nusa 1 di Desa Oesao dan budi daya jagung Nusa 1 di Kelurahan Naibonat, Desa Pukdale dan Manusak, Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang.

Selain itu hadir juga  mahasiswa Undana dan mahasiswa UB serta beberapa alumni UB dan kelompok tani penangkar benih Sama Rasa. (epy)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *