Betun,jurnal-NTT.com – Kondisi rawan pangan yang terjadi di Desa Alala, Kecamatan Rinhat, Kabupaten Malaka, Provinsi NTT, memaksa sebagian warga harus makan sagu.
Petrus Manone, warga Desa Alala yang ditemui media ini, Rabu (25/01/2024), mengaku harus makan sagu karena sudah kehabisan stok makanan berupa hasil panen jagung di musim tanam tahun 2023.
Ia juga mengaku, harus memakan sagu karena tidak mampu membeli beras karena harga beras sangat mahal yakni Rp 16.000 per kilo gram.
Petrus mengatakan, ia bersama sang istri dan anak-anaknya harus berusaha keras menebang pohon sagu untuk dikeringkan dan diolah menjadi makanan sehari-hari.
“Kalau tidak makan sagu terus kami mau makan apa. Jagung sudah habis. Mau beli beras tapi kami tidak punya uang. Apalagi saat ini harga beras sangat mahal”, jelasnya.
Petrus yang saat ditemui media ini sedang dalam kondisi sakit, mengaku pasrah dengan kondisi rawan pangan yang mereka alami saat ini.
“Kami pasrah dengan keadaan saat ini. Kami tidak tahu harus berbuat apa. Walaupun saya sakit tapi saya harus tetap bekerja untuk mencari makanan”, ungkapnya.
Senada dengan Petrus Manone, Martinus Klau, warga Desa Nanebot juga mengaku harus menjadikan sagu sebagai makanan sehari-hari.
“Sekarang ini kami harus makan sagu. Karena stok jagung sudah habis. Mau beli beras tapi uang tidak ada. Jadi terpaksa makan sagu,” ungkapnya.
Menurutnya, kondisi rawan pangan di Desa Nanebot tidak hanya dialami oleh keluarganya. Namun kondisi rawan pangan ini dialami juga oleh sebagian besar warga Desa Nanebot.
Martinus berharap, Pemerintah Kabupaten Malaka, bisa memperhatikan kondisi rawan pangan yang terjadi di Desa Nanebot.
Pantauan media ini, Rabu (24/01/2024), Petrus Manone bersama sang isteri sibuk menjemur lempengan sagu yang telah dari pohon sagu. (tim)