Kupang, jurnal-ntt.com – “Sengketa Informasi di Komisi Informasi Provinsi NTT sepi,” demikian ujar Daniel Tonu., SE., M.Si, Koordinator Bidang Penyelesaian Sengketa Informasi Publik. Beliau melanjutkan:” Sejak lembaga ini dibentuk baru dua kasus yang diselesaikan. Sepinya sengketa informasi ini tidak berarti bahwa di satu pihak seluruh badan publik, baik pemerintah maupun non pemerintah: LSM, Partai Politik, BUMN/BUMD, Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta semua telah mengimplementasikan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi secara baik dan benar dan di lain pihak, masyarakat sudah menggunakan haknya untuk ikut mengawasi dan mengawal penyelenggaraan negara tetapi patut diduga, sepinya sengketa informasi publik lebih disebabkan oleh karena masyarakat Nusa Tenggara Timur belum mengetahui adanya Komisi Informasi Publik yang memiliki tugas untuk menerima, memeriksa, dan memutus permohonan penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi yang diajukan oleh setiap Pemohon Informasi Publik (Pasal 23),” demikian papar Dani pada konferensi pers hari Senin, tanggal 27 Desember 2021.
Germanus Attawuwur kemudian menambahkan tentang mekanisme atau prosedur penyelesaian sengketa informasi publik pada komisi informasi. Katanya:” Penyelesaian Sengketa Informasi Publik” dapat dilaksanakan pada Komisi informasi bermula dari pemohon (perseorangan atau badan hukum) meminta informasi publik kepada badan-badan publik. Pemohon meminta informasi itu dengan menyertakan identitas diri dan tujuan/alasan dia memohonkan informasi tersebut. Undang-Undang memerintahkan agar dalam tenggang waktu sepuluh hari dan dapat diperpanjang tujuh hari, informasi yang diminta harus sudah diserahkan kepada pemohon, kecuali informasi yang dikecualikan oleh badan publik yang bersangkutan (Pasal 17). Bila dalam jangka waktu tujuh belas hari badan publik tidak menyerahkan informasi yang diminta maka pemohon mengajukan keberatan kepada badan publik, sebagaimana diatur dalam Pasal 35:” Setiap Pemohon Informasi Publik dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi.”
Keberatan diajukan oleh Pemohon Informasi Publik dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja (Pasal 36). Atas keberatan pemohon, atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) memberikan tanggapan atas keberatan yang diajukan oleh Pemohon Informasi Publik dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya keberatan secara tertulis.
Apabila tanggapan atasan PPID tidak memuaskan pemohon informasi maka, dapat diajukan kepada Komisi Informasi sebagai upaya Sengketa Informasi Publik Pasal 37 (ayat 1). Upaya penyelesaian Sengketa Informasi Publik diajukan dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah diterimanya tanggapan tertulis dari atasan pejabat, Pasal 37 ayat (2), dengan mengajukan laporan kepada Komisi Informasi, lanjut Tanty Adoe, Koordinator Bidang Edukasi, Sosialisasi dan Advokasi. Paparnya lagi:” Prosedurnya adalah, pemohon informasi itu melaporkan kepada Komisi Informasi, melalui panitera atau/dan panitera pengganti. Pemohon melaporkan dengan membawa foto copy identitas diri dan bukti-bukti permohonan informasi publik kepada badan publik. Panitera atau/dan panitera pengganti memeriksa kelengkapan dokumen itu. Sesudah itu dicatat dalam buku registrasi. Bila laporan pemohon belum lengkap maka, komisi informasi memberitahukan kepada pelapor untuk dilengkapi. Limit waktu melengkapi berkas laporan adalah tiga puluh hari.
Ketua KI, Agustinus L.B. Baja melanjutkan:” Setelah permohonannya lengkap maka panitera/panitera pemohon menyampaikan kepada Ketua Komisi Informasi. Ketua Komisi mengeluarkan undangan kepada para komisioner untuk mengadakan rapat pleno dengan agenda memilih/menentukan Majelis Komisioner sebagai Mediator (satu orang) dan tiga orang Majelis Komisioner. Mereka diberikan tugas untuk menyelesaikan sengketa. Pasca pembentukan Majelis Komisioner, Komisi Informasi mengeluarkan surat panggilan kepada para pihak (pemohon dan termohon) untuk dimulai dengan proses persidangan. Proses penyelesaian sengketa selama 100 hari kerja, Pasal 38 ayat( 2).
Penyelesaian sengketa melalui dua proses. Proses pertama, mediasi. Pada persidangan pertama, Ketua Majelis Komisioner menawarkan ruang mediasi untuk digunakan oleh para pihak. Mediasi dapat dilakukan bila permohonan pemohon menyangkut informasi publik yang bersifat serta-merta, setiap saat dan berkala. Majelis Komisioner sebagai Mediator memiliki tugas untuk melakukan mediasi. Bila mediasi berhasil ditempuh maka dituangkan dalam Putusan Mediasi. Kesepakatan para pihak dalam proses Mediasi
dituangkan dalam bentuk putusan Mediasi Komisi Informasi Pasal 40 ayat (3). Putusan mediasi majelis komisioner bersifat final dan mengikat, Pasal 39.
Proses kedua, apabila tidak ada kesepakatan dalam mediasi (atau permohonan informasi adalah informasi yang dikecualikan) maka dilanjutkan dengan sidang ajudikasi non litigasi. Sidang ini dipimpin oleh tiga majelis komisioner. Sidang dibuka dan terbuka untuk umum, Pasal 43 ayat (2).
Bila putusan majelis komisioner adalah memerintahkan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi untuk menjalankan kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini, Pasal 46 ayat (2a) Informasi Publik yang harus diberikan atas dasar permintaan sesuai dengan Undang-Undang ini, dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dikenakan pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah), tutup Agus.
“Mengingat pentingnya kehadiran Komisi Informasi dalam hal penyelesaian informasi publik sebagai salah satu pemenuhan hak asasi dan hak konstitusional masyarakat maka kita sangat mengharapkan political will pemerintah kabupaten/kota untuk membentuk lembaga ini, demikian Ichsan Arman Pua Upa, wakil Komisi Informasi provinsi NTT.”